Senin, 21 Maret 2016

Het Ontkleden Recht


Peraturan Untuk Mahluk Berakal oleh Mahluk Berakal yang Berkuasa Atasnya
Het Ontkleden Recht


Pengertian Divestasi dan Hukum Divestasi

A.      Pengertian Divestasi 

Istilah divestasi berasal dari terjemhan bahasa inggris, yaitu divestment.  Namun ada juga ahli yang menggunakan istilah Indonesianisasi. Indonesianiasi adalah tidak saja hanya berarti pengalihan keuntungan, tetapi lebih penting lagi adalah pengalihan control terhadap jalannya perusahaan. Apabila dikaji definisi ini ada dua hal yang dihajatkan dari konsep Indonesianiasi, yaitu:
1.      Mendapat keuntungan
2.      Pengalihan control terhadap jalannya perusahaan
Keuntungan yang diperoleh dari Indonesianisasi adalah memperoleh dividen dari perusahaan asing. 

Divestasi adalah 

the act of selling the shares you have bought in company or taking money away from where you have invested.”

Divestasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang penjualan saham yang dimiliki oleh perusahaan atau cara mendapatkan uang dari investasi yang dimiliki oleh seseorang. Sementara itu, pengertian divestasi sendiri dijumpai dalam Pasal 1 angka 13 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah dan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 183/PMK.05/2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Divestasi terhadap Investasi Pemerintah. Divestasi adalah:

“penjualan surat berharga dan/atau kepemilikan pemerintah baik sebagian atau keseluruhan kepada pihak lain.”

Jeff Madura, seperti dikutip Wikepedia, menyajikan pengertian divestasi. Divestasi adalah pengurangan beberapa jenis aset baik dalam bentuk finansial atau barang, dapat pula disebut penjualan dari bisnis yang dimiliki oleh perusahaan. Ini adalah kebalikan dari investasi pada asset yang baru.

Setyo Wibowo mendefinisikan divestasi adalah:
“sebagai suatu transaksi penjualan asset kepemilikan/saham suatu entitas ekonomi yang dikuasi pemerintah oleh institusi yang ditunjuk seperti BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) atau PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero). Aset-aset ini sebelumnya menjadi ‘investasi pemerintah’ sebagai konsekuensi dari program-program penyehatan ekonomi yang dijalankan pemerintah, seperti: program penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS), program-program penyehatan bank (rekapitalisasi, merger, pembekuan), program penjaminan pemerintah, dan sebagainya.”

Abdul Moin juga memberikan pengertian divestasi.
Divestasi berarti :
“menjual sebagaian unit bisnis atau anak perusahaan kepada pihak lain untuk mendapatkan dana segar dalam rangka menyehatkan perusahaan secara keseluruhan.”
Apabila dianalisis berbagai definisi yang tercantum dalam peraturan pemerintah dan pandangan para ahli, divestasi dikonstruksikan sebagai jual beli. Dimana pihak divestasi ini adalah pemerintah dengan pihak lainnya. Pemerintah bertindak sebagai penjual, sedangkan pihak lainnya, berupa badan usaha, BLU, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, BLUD, dan/atau badan hukum asing bertindak sebagai pembeli. 

Motif Divestasi
Miriam Flickinger, mengemukakan ada dua alasan dilakukan divestasi oleh perusahaan, yaitu:
>Meningkatkan efisiensi
>Peningkatan pengelolaan investasi
Fokus divestasi adalah mengarah pada peningkatan efisiensi investasi dengan mengurangi kemungkinan untuk menyimpang alokasi investasi dalam perusahaan.
Jeff Madura dikutip Wikipedia, mengemukakan empat motif divestasi, yaitu:

 Pertama, sebuah perusahaan akan melakukan divestasi (menjual) bisnis yang bukan merupakan bagian dari bidang operasional utamanya sehingga perusahaan tersebut dapat berfokus pada area bisnis terbaik yang dapat dilakukannya.
  Kedua, untuk memperoleh keuntungan. Divestasi menghasilkan keutungan yang lebih baik bagi perusahaan karena divestasi merupakan usaha untuk menjual bisnis agar dapat memperoleh uang.
  Ketiga, nilai perusahaan yang telah melakukan divestasi (menjual bisnis tertentu mereka) lebih tinggi daripada nilai perusahaan sebelum melakukan divestasi. Dengan kata lain, jumlah nilai asset likuidasi pribadi perusahaan melebihi nilai pasar bila dibandingkan dengan perusahaan pada saat sebelum melakukan divestasi. Hal ini memperkuat keinginan perushaan untuk menjual apa yang seharusnya bernilai berharga daripada terlikuidasi pada saat sebelum divestasi.
   Keempat, menciptakan stabilitas.

Divestasi Pemerintah

Divestasi mempunyai hubungan yang erat dengan investasi karena yang akan didivestasi adalah investasi yang dimiliki pemerintah.

Investasi pemerintah dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu: 
a. Investasi jangka panjang
b. Investasi langsung

Landasan Hukum Divestasi Pemerintah
Divestasi merupakan salah satu instrument yang digunakan oleh pemerintah untuk memperoleh dana yang cukup untuk membiayai pembangunan nasional. Untuk melakukan divestasi pemerintah, maka harus ditunjang oleh berbagai perngkat hukum. Perangkat hukum yang mengatur tentang divestasi pemerintah adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4812)
3.Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 183/PMK.05/2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Divestasi terhadap Investasi Pemerintah.
Pasal-pasal yang mengatur tentang divestasi, meliputi:
- Pasal 1 angka 13 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008, yang berkaitan pengertian divestasi
- Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008, yang berkaitan ruang lingkup pengelolaan inestasi pemerintah. Ruang lingkup pengelolaan investasi pemerintah meliputi:
a.       Perencanaan
b.      Pelaksanaan investasi
c.       Penatausahaan dan pertanggungjawaban investasi
d.      Pengawasan
e.       Divestasi

Pasal 11 ayat (4)huruf 1 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008, yang berkaitan dengan kewenangan pelaksanaan operasional investasi dan divestasi.
Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 yang berkaitan dengan kewenangan Kepala/direktur Badan Investasi Pemerintah melakukan divestasi.

Subyek dan Obyek Hukum Divestasi
Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi yang telah dijelaskam adalah:

a.Adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli;
b.Adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga; dan
c.Adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak penjual dan pembeli


Subjek Hukum Divestasi
Subjek hukum yang dibahas dalam definisi ini adalah pemerintah dan investor asing. Pemerintah atau pihak pihak lain seperti badan hukum dan lain sebagainya yang dijadikan sebagai subyek bertindak sebagai penjual terhadap pihak lain yang akan menjadi sasaran.
Obyek Divestasi Pemerintah 
Obyek kajian hukum divestasi, meliputi pengalihan asset dan/atau saham yang dimiliki oleh pemerintah maupun badan hukum. Apabila dianalisis, maka ruang lingkup kajian hukum divestasi, meliputi divestasi saham dan/atau divestasi asset.

Divestasi saham merupakan pengalihan saham, baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun badan hukum asing.

Divestasi asset merupakan ketentuan hukum yang mengatur tentang penjualan asset, baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun yang dimiliki oleh badan hukum.

Dalam pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 183/PMK.05/2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Divestasi terhadap Investasi Pemerintah telah ditentukan objek divestasi pemerintah. Kedua objek tersebut meliputi:
1. Surat Berharga;
2. Kepemilikan Investasi Langsung

Surat berharga terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda, yaitu “waarde papier, sedangkan di Negara Anglo Saxon dikenal dengan istilah “negotiable instruments”.  Surat berharga itu, yaitu surat tuntutan utang, pembawa hak dan mudah diperjual-belikan.  Surat berharga dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1.      Saham
Saham adalah surat bukti pemilikan modal perseroan terbatas yang memberi hak atas dividen dan lainnya. 
2.      Surat Utang
Surat utang merupakan surat pengakuan utang, baik yang dilakukan oleh swasta maupun pemerintah. Surat utang dibagi menjadi dua macam, yaitu:
        1.      Surat Utang Swasta 
        2.      Surat Utang Negara (SUN)

Surat utang swasta merupakan surat pengakuan utang yang dijaminkan pembayaran bunga dan pokoknya oleh pihak swasta itu sendiri.
Surat Utang Negara (SUN) diatur dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. Surat Utang Negara adalah:

“surat berharga yang berupa surat pengakuan utang yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara RI sesuai masa berlakunya.”

Penjualan kepemilikan investasi langsung, meliputi:
1. Penjualan kepemilikan atas penyertaan modal
2. Pemberian pinjaman
Penyertaan modal adalah bentuk investasi pemerintah pada badan usaha dengan mendapat hak kepemilikan, termasuk pendirian perseroan terbatas.
Pemberian pinjaman adalah bentuk investasi pemerintah pada:
   a. Badan usaha
   b. Badan Layanan Umum (BLU)
   c. Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota
  d. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), dengan hak memperoleh pengembalian berupa pokok ,  pinjaman, bunga, dan biaya lainnya.

Referensi :
Dr.H.Salim HS,S.H., M.S., Erlis Septiana. Hukum Divestasi Di Indonesia (Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 2/SKLN-X/2012). Jakarta (2012): PT RajaGrafindo Persada.
Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta (2004): Penerbit Sinar Grafika
Wibowo Tunardy . Sumber-sumber Hukum. (Online). Tersedia http://www.jurnalhukum.com
/sumber-sumber-hukum/ [20 Maret 2016]
http://kbbi.web.id/hukum [20 Maret 2016]
https://www.academia.edu/8356001/Sumber-Sumber_Hukum [20 Maret 2016]


Share:

Minggu, 20 Maret 2016

Het Ontkleden Recht



Peraturan Untuk Mahluk Berakal oleh Mahluk Berakal yang Berkuasa Atasnya
Het Ontkleden Recht

Abstrak :

Manusia adalah mahluk yang diciptakan oleh Allah SWT memiliki kehendak bebas. Untuk itu kehendak bebas perlu dibatasi agar tidak melanggar hak-hak manusia lainnya dan mahluk ciptaan Allah lainnya. Oleh karena itu diperlukan hukum untuk mengatur dan membatasi kehendak bebas dari manusia. Tujuan hukum sebagai alat pengendalian masyarakat agar tidak melakukan penyimpangan. Dan selain itu hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu.
Pengertian Hukum
Istilah hukum berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut recht. Pandangan ahli tentang hukum berbeda antara satu dengan yang lainnya. John Austin (1790-1859), seperti dikutip oleh W.Friedman, mengartikan hukum sebagai:

“Peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh mahluk yang berakal yang berkuasa atasnya.”

   Austin membagi hukum menjadi dua macam, yaitu:
1.     Hukum Tuhan; dan
Hukum Tuhan tidak mempunyai fungsi yuridis, namun hukum Tuhan hanya berfungsi menjadi wadah-wadah kepercayaan utilitarian, yaitu pada prinsip kegunaanya.
2.     Hukum manusia (undang-undang yang diadakan oleh manusia untuk manusia).

Hukum manusia dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1.     Hukum positif (undang-undang atau hukum yang sebenarnya); dan
2.     Hukum yang tidak sebenarnya.

Hukum positif merupakan undang-undang yang diadakan oleh kekuasaan politik (apakah yang tertinggi atau bawahan) untuk orang-orang politis merupakan bawahannya (seperti undang-undang khusus), atau peraturan-peraturan yang diadakan oleh orang-orang, sebagai pribadi, berdasarkan hak-hak yang sah yang diberikan kepadanya.  Empat ciri hukum positif, yaitu:

1.Perintah
2.Sanksi
3.Kewajiban
4.Kedaulatan
 



Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

hukum/hu·kum/ n 1 peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; 2 undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; 3 patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dan sebagainya) yang tertentu; 4 keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dalam pengadilan); vonis;

Tujuan Hukum dan Sumber-sumber Hukum
Tujuan hukum menurut para ahli adalah sebagai berikut:

Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H.
Dalam bukunya "Perbuatan Melanggar Hukum" mengemukakan bahwa tujuan hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagian dan tata tertib dalam masyarakat.

Prof. Mr. Dr. L.J. Apeldoorn
Dalam bukunya "Inleiding tot de studie van het Nederlandserecht", Apeldoorn menyatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil.
Untuk mencapai kedamaian hukum harus diciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan pertimbangan antara kepentingan yang bertentangan satu sama lain, dan setiap orang harus memperoleh (sedapat mungkin) apa yang menjadi haknya. Pendapat Van Apeldoorn ini dapat dikatakan jalan tengah antara dua teori hukum, teori etis dan utilitis.

Aristoteles
Dalam bukunya "rhetorica" mencetuskan teorinya bahwa, tujuan hukum menghendaki keadilan semata-mata dan isi daripada hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang tidak adil. 

Menurut teori ini hukum mempunyai tugas suci & luhur, ialah keadilan dengan memberikan kepada tiap-tiap orang apa yang berhak ia terima yang memerlukan peraturan tersendiri bagi tiap-tiap kasus. Oleh karenanya hukum harus membuat apa yang dinamakan "Algemeene regels" (peraturan/ ketentuan-ketentuan umum). Peraturan ini diperlukan oleh masyarakat teratur demi kepentingan kepastian hukum, meskipun pada suatu waktu dapat menimbulkan ketidakadilan.

Berdasarkan peraturan-peraturan umum pada kasus-kasus tertentu hakim diberi wewenang untuk memberikan keputusan. Jadi penerapan peraturan umum pada kasus-kasus yang konkret diserahkan pada hakim, maka dari itu tiap-tiap peraturan umum harus disusun sedemikian rupa sehingga hakim dapat/ diberi kesempatan untuk melakukan penafsiran di pengadilan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan hukum sebagai alat pengendalian masyarakat agar tidak melakukan penyimpangan. Dan selain itu hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu. 

Sumber-sumber Hukum
Segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan-kekuatan yang memaksa, yakni aturan-aturan yang jika dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.

Pengertian Sumber Hukum menurut perspektif sosiologis adalah faktor-faktor yang benar-benar menyebabkan hukum benar-benar berlaku. Fator-faktor tersebut ialah fakta-fakta dan keadaan-keadaan yang menjadi tuntutan sosial untuk menciptakan hukum.

Pengertian Sumber Hukum dari sudut pandang filsufis yaitu dalam arti mengenai keadilan yang merupakan esensi hukum. Oleh karena itu berdasarkan pengertian sumber hukum ini, sumber hukum menetapkan kriterium untuk menguji apakah hukum yang berlaku sudah mencerminkan keadilan dan fairness. Sejak didirikannya mazhab historis terdapat pandangan bahwa sumber esensi hukum adalah kesadaran sosial akan hukum. Dengan demikian sumber hukum menyangkut faktor-faktor politik, ekonomi, budaya dan sosial.

Pengertian Sumber Hukum dalam pola pikir Eropa Kontinental dalam arti formal ialah hukum yang bersifat oprasional artinya yang berhubungan langsung dengan penerapan hukum.

Menurut sejarawan hukum, sumber hukum yaitu dalam arti sumber tempat orang-orang untuk mengetahui hukum ialah semua sumber-sumber tertulis dan sumber-sumber lainnya yang dapat diketahui sebagai hukum pada saat, tempat dan berlaku bagi orang-orang tertentu.

Secara garis besar sumber hukum dibagi menjadi 2:
1.      Sumber hukum materiil
2.      Sumber hukum formal

Sumber hukum materiil dapat ditinjau dari berbagai sudut , misalnya ekonomi, sejarah, sosiologi dan filsafat. Sedangkan sumber hukum formal adalah:

       1. Undang-undang (statue)
Undang-undang merupakan suatu peraturan Negara yang memiliki kekuatan hukum yang mengikat, diadakan dan dipelihara oleh penguasa Negara.

2. Kebiasaan (costum)
Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang dilakukan berulang-ulang dan diterima oleh masyarakat. Sehingga perbuatan- perbuatan yang bertentangan dengan kebiasaan tersebut dianggap sebagai pelanggaran terhadap perasaan hukum yang terdapat dimasyarakat. 

3. Keputusan-keputusan Hakim (jurisprdensi)
Kehadiran keputusan hakim atau yurisprudensi sebagai salah satu sumber hukum di Indonesia dimulai pada masa Hindia Belanda.  Pada masa tersebut yang menjadi peratuuran pokok adalah Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia (ketentuan-ketentuan umum tentang peraturan perundangan untuk Indonesia) atau yang disingkat AB. Pasal 23 AB menentukan bahwa hakim yang menolak untuk menyelesaikan suatu perkara dengan alasan bahwa peraturan perundangan yang bersangkutan tidak menyebutkan, tidak jelas atau tidak lengkap, maka ia dapat dituntut untuk dihukum karena menolak mnegadili. Dengan demikian seorang hakim berhak untuk membuat peraturan sendiri demi menyelesaikan suatu perkara.

4. Traktat
Apabila dua orang sepakat untuk melakukan sesuatu, maka mereka harus tunduk pada kesepakatan yang telah mereka buat tersebut. Asas ini dikenal dengan sebutan pacta sunt servanda. Pada tingkat yang lebih tinggi, yakni tingkat Negara asas tersebut juga berlaku. Apabila dua Negara melakukan perjanjian atau traktat, maka seluruh warga kedua Negara tersebut harus mentaati isi traktat tersebut.

5. Pendapat Sarjana Hukum (doktrin)
Doktrin berkaitan erat dengan jurisprudensi. Dalam memutus suatu perkara, hakim sering kali mengutip pendapat para sarjana yang dipandang memiliki kemampuan dalam persoalan yang ditanganinya. Sehingga doktrin atau pendapat para sarjana yang ternama mempengaruhi keputusan hakim.


Kodifikasi Hukum

Kodifikasi hukum muncul dari negara perancis (Code Civil dan Code Napoleon)
Kodifikasi adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.

Menurut bentuknya, hukum itu dapat dibedakan antara :
1. Hukum Tertulis (Statute Law = Written Law)
 yakni hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-perundangan.
2. Hukum Tidak Tertulis (Unstatutery Law = Unwritten Law )
 yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu perundang-undangan (disebut juga hukum kebiasaan).

Unsur-unsur kodifikasi ialah
a) Jenis-jenis hukum tertentu (misalnya hukum perdata)
b) Sistematis
c) Lengkap

Adapun tujuan kodifikasi daripada hukum tertulis adalah untuk memperoleh
1.   Kepastian Hukum 
Bersifat mengikat dan berlaku bagi setiap individu 
 
2.   Penyederhanaa Hukum
      Simple dan sederhana, tidak bersifat ambigu, mudah dipahami, pasal tidak terlalu banyak, sehingga tidak menimbulkan persepsi yang beragam pula – Cara penyederhanaan hukum adalah dengan cara mengikuti aturan teknis dalam UU yang bersangkutan, yakni UU no 12 tahun 2011
 
3.   Kesatuan Hukum
     Jika suatu hukum membahas tentang suatu perkara, maka perkara itu saja yang dibahas, tidak melebar ke perkara yang lainnya - Contoh : Hukum Bea dan Cukai mengatur peraturan tentang kepabeanan dan cukai saja, sedangkan pajak dan anggaran negara tidak dibahas di dalamnya.

Contoh Kodifikasi Hukum
Di Eropa
1. Corpus Iuris Civilis
 (mengenai Hukum Perdata) yang diusahakan oleh kaisar Justianus dari kerajaan Romawi Timur dalam tahun 527 – 565.
2. Code Civil 
 (mengenai Hukum Perdata) yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di Perancis dalam tahun 1604.

Di Indonesia
1. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (01 Mei 1848)
2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (01 Mei 1848)
3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (01 Januari 1918)
4. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP), 31 Desember 1981

Aliran-aliran yang muncul setelah kodifikasi hukum :
1. Legisme
- Hukum adalah undang-undang - Di luar undang-undang tidak ada hukum
2. Freie Rechslehre
- Hukum ada di dalam masyarakat
3. Rechsvinding
- Gabungan 2 aliran (legisme dan freie) - Hukum diselaraskan dengan keadaan hukum di masyarakat





 
Share: