
Peraturan
Untuk Mahluk Berakal oleh Mahluk Berakal yang Berkuasa Atasnya
Abstrak
:
Manusia adalah mahluk yang diciptakan oleh Allah SWT
memiliki kehendak bebas. Untuk itu kehendak bebas perlu dibatasi agar tidak
melanggar hak-hak manusia lainnya dan mahluk ciptaan Allah lainnya. Oleh karena
itu, diperlukan hukum untuk mengatur dan membatasi kehendak bebas dari manusia.
Tujuan hukum sebagai alat pengendalian masyarakat agar tidak
melakukan penyimpangan. Dan selain itu hukum bertujuan menjamin adanya
kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus bersendikan pada keadilan,
yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu. Mengingat tentang kehendak, kita
di bawa kembali ke akhir tahun 2002, pemerintah berkehendak melakukan divestasi
41,94% saham PT Indonesia Satellite Corporation, Tbk (Indosat), yang akhirnya
dijual kepada STT (Singapore Telecom and Telemedia). Karena kehendak perlu
dibatasi dengan sebuah hukum dan peraturan, kita perlu tau terlebih dahulu apa
sebenarnya divestasi itu? Dan bagaimana pandangan mengenai divestasi dari aspek
hukum?.
Pengertian Hukum
Istilah hukum berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu law, sedangkan dalam bahasa Belanda
disebut recht. Pandangan ahli tentang
hukum berbeda antara satu dengan yang lainnya. John Austin (1790-1859), seperti
dikutip oleh W.Friedman, mengartikan hukum sebagai:
“Peraturan
yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh mahluk
yang berakal yang berkuasa atasnya.”
Austin membagi hukum menjadi dua macam,
yaitu:
1.
Hukum Tuhan; dan
Hukum
Tuhan tidak mempunyai fungsi yuridis, namun hukum Tuhan hanya berfungsi menjadi
wadah-wadah kepercayaan utilitarian, yaitu pada prinsip kegunaanya.
2.
Hukum manusia (undang-undang yang
diadakan oleh manusia untuk manusia).
Hukum
manusia dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1.
Hukum positif (undang-undang atau
hukum yang sebenarnya)
2.
Hukum yang tidak sebenarnya.
Hukum
positif merupakan undang-undang yang diadakan oleh kekuasaan politik (apakah
yang tertinggi atau bawahan) untuk orang-orang politis merupakan bawahannya
(seperti undang-undang khusus), atau peraturan-peraturan yang diadakan oleh
orang-orang, sebagai pribadi, berdasarkan hak-hak yang sah yang diberikan
kepadanya. Empat ciri hukum positif,
yaitu:
1.Perintah
2.Sanksi
3.Kewajiban
4.Kedaulatan
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia)
hukum/hu·kum/ n 1 peraturan atau adat yang secara resmi
dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; 2 undang-undang, peraturan, dan
sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; 3 patokan (kaidah, ketentuan) mengenai
peristiwa (alam dan sebagainya) yang tertentu; 4 keputusan (pertimbangan) yang
ditetapkan oleh hakim (dalam pengadilan); vonis;
Banyak sekali pengertian hukum jika kita meninjau dari pendapat para ahli. Para
penulis Ilmu Pengetahuan Hukum sependapat dengan Prof. van Apeldoorn, seperti
Prof. Sudiman Kartohadiprodji, SH. menulis sebagai berikut, “….jikalau kita
menanyakan apakah yang dinamakan Hukum, maka kita akan menjumpai tidak adanya
persesuaian pendapat. Berbagai permasalahan perumusan yang dikemukakan.
Sehingga untuk pengertian hukum dalam
tulisan saya, saya mengambil presepsi dari pendapat John
Austin (1790-1859), sebagaimana yang telah dijelaskan di paragraph awal.
Sehingga jelas hukum yang dibuat oleh manusia juga diperuntukan untuk dirinya
sendiri dan juga manusia lainnya yang tidak berkuasa atas pembuatan hukum
tersebut. Sebagai contoh, dilihat dari sisi pemerintahan kita tahu bahwa
terdapat tim khusus pembuat peraturan hukum di Indonesia yaitu undang-undang
yang dilakukan oleh badan legislatif, yang akan di setujui oleh pemerintah.
Kita sebagai mahluk berakal yang tidak berkuasa atas pembuatan hukum tersebut
hanya mampu mengikuti dan mematuhi apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah
(mahluk berakal yang lebih berkuasa atas kita).
Unsur-unsur
Hukum
1) Peraturan mengenai tingkah laku dalam pergaulan masyarakat;
2) Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib;
3) Peraturan itu pada umumnya bersifat memaksa, dan
4) Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
Ciri-ciri
Hukum
1) Adanya perintah dan/atau larangan
2) Perintah dan/atau
larangan itu harus ditaati setiap orang.
Sifat
Hukum
Telah
di bahas di abstrak mengenai sifat dasar manusia yang diciptakan oleh Allah SWT
yang memiliki kehendak bebas maka, perlu adanya hukum untuk membatasi kehendak
bebas tersebut agar tidak merugikan manusia lainnya. Untuk membatasi kehendak
tersebut, hukum memiliki sifat yang mengatur dan memaksa. Artinya, mau tidak
mau masyarakat harus mematuhinya dan mau diatur olehnya, dan jika tidak akan
mendapat sanksi yang telah disertakan dalam pembuatan hukum tersebut.
Dan
pembuatan peraturan atau sebuah hukum juga harus bisa diterima oleh masyarakat,
artinya sesuai dan tidak betentangan dengan asas-asas keadilan dari masyarakat.
Dengan demikian, kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan harmonis dan tetap
adil, jika hukum dipatuhi dan tidak terdapat kecurangan dalam pemberian
sanksinya.
Tujuan Hukum
dan Sumber-sumber Hukum
Tujuan hukum menurut para ahli adalah sebagai
berikut:
Dr. Wirjono
Prodjodikoro, S.H.
Dalam bukunya
"Perbuatan Melanggar Hukum" mengemukakan bahwa tujuan hukum adalah mengadakan
keselamatan, kebahagian dan tata tertib dalam masyarakat.
Prof. Mr. Dr. L.J.
Apeldoorn
Dalam
bukunya "Inleiding tot de studie van het Nederlandserecht",
Apeldoorn menyatakan bahwa tujuan
hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan
adil.
Untuk
mencapai kedamaian hukum harus diciptakan masyarakat yang adil dengan
mengadakan pertimbangan antara kepentingan yang bertentangan satu sama lain,
dan setiap orang harus memperoleh (sedapat mungkin) apa yang menjadi haknya.
Pendapat Van Apeldoorn ini
dapat dikatakan jalan tengah antara dua teori hukum, teori etis dan utilitis.
Aristoteles
Dalam bukunya "rhetorica" mencetuskan
teorinya bahwa, tujuan hukum menghendaki
keadilan semata-mata dan isi daripada hukum ditentukan oleh kesadaran etis
mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang tidak adil.
Menurut teori
ini hukum mempunyai tugas suci
& luhur, ialah keadilan dengan memberikan kepada tiap-tiap orang apa yang
berhak ia terima yang memerlukan peraturan tersendiri bagi tiap-tiap kasus.
Oleh karenanya hukum harus membuat apa yang dinamakan "Algemeene regels"
(peraturan/ ketentuan-ketentuan umum). Peraturan ini diperlukan oleh masyarakat
teratur demi kepentingan kepastian hukum, meskipun pada suatu waktu dapat
menimbulkan ketidakadilan.
Berdasarkan
peraturan-peraturan umum pada kasus-kasus tertentu hakim diberi wewenang untuk
memberikan keputusan. Jadi penerapan peraturan umum pada kasus-kasus yang
konkret diserahkan pada hakim, maka dari itu tiap-tiap peraturan umum harus
disusun sedemikian rupa sehingga hakim dapat/ diberi kesempatan untuk melakukan
penafsiran di pengadilan.
Teori Etis
Teori yang mengajarkan
bahwa hukum itu semata-mata menghendaki keadilan. Menurut teori etis, isi hukum
semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang adil dan apa
yang tidak adil.
Teori Utilitis (Bentham)
Jeremy Bentham dalam
bukunya “Introduction to the morals and legislation” berpendapat bahwa hukum bertujuan
untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang.
Menurut teori utilitis,
tujuan hukum ialah menjamin adanya kebahagiaan sebanyak-banyaknya pada orang
sebanyak-banyaknya. Kepastian melalui hukum bagi perseorangan merupakan
merupakan tujuan utama daripada hukum.
Dari
beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan hukum sebagai
alat pengendalian masyarakat agar tidak melakukan penyimpangan. Dan selain itu
hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu
harus bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu.
Sumber-sumber Hukum
Segala apa
saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan-kekuatan yang
memaksa, yakni aturan-aturan yang jika dilanggar mengakibatkan sanksi yang
tegas dan nyata merupakan pengertian sumber hukum secara umum.
·
Pengertian Sumber Hukum menurut
perspektif sosiologis adalah
faktor-faktor yang benar-benar menyebabkan hukum benar-benar berlaku. Faktor-faktor
tersebut ialah fakta-fakta dan keadaan-keadaan yang menjadi tuntutan sosial untuk
menciptakan hukum.
·
Pengertian Sumber Hukum dari sudut
pandang filsufis yaitu
dalam arti mengenai keadilan yang merupakan esensi hukum. Oleh karena itu
berdasarkan pengertian sumber hukum ini, sumber hukum menetapkan kriterium
untuk menguji apakah hukum yang berlaku sudah mencerminkan keadilan dan
fairness. Sejak didirikannya mazhab historis terdapat pandangan bahwa sumber
esensi hukum adalah kesadaran sosial akan hukum. Dengan demikian sumber hukum
menyangkut faktor-faktor politik, ekonomi, budaya dan sosial.
· Pengertian Sumber Hukum dalam pola
pikir Eropa Kontinental
dalam arti formal ialah hukum yang bersifat oprasional artinya yang berhubungan
langsung dengan penerapan hukum.
· Menurut sejarawan hukum,
sumber
hukum yaitu dalam arti sumber tempat orang-orang untuk mengetahui hukum ialah
semua sumber-sumber tertulis dan sumber-sumber lainnya yang dapat diketahui
sebagai hukum pada saat, tempat dan berlaku bagi orang-orang tertentu.
Secara garis
besar sumber hukum dibagi menjadi 2:
1. Sumber
hukum materiil
2. Sumber
hukum formal
Sumber hukum
materiil dapat ditinjau dari berbagai sudut , misalnya ekonomi, sejarah,
sosiologi dan filsafat. Sedangkan sumber hukum formal adalah:
1. Undang-undang
(statue)
Undang-undang
merupakan suatu peraturan Negara yang memiliki kekuatan hukum yang mengikat,
diadakan dan dipelihara oleh penguasa Negara.
2. Kebiasaan
(costum)
Kebiasaan
adalah perbuatan manusia yang dilakukan berulang-ulang dan diterima oleh
masyarakat. Sehingga perbuatan- perbuatan yang bertentangan dengan kebiasaan
tersebut dianggap sebagai pelanggaran terhadap perasaan hukum yang terdapat
dimasyarakat.
3. Keputusan-keputusan
Hakim (jurisprdensi)
Kehadiran
keputusan hakim atau yurisprudensi sebagai salah satu sumber hukum di Indonesia
dimulai pada masa Hindia Belanda. Pada masa
tersebut yang menjadi peratuuran pokok adalah Algemene Bepalingen van Wetgeving
voor Indonesia (ketentuan-ketentuan umum tentang peraturan perundangan untuk
Indonesia) atau yang disingkat AB. Pasal 23 AB menentukan bahwa hakim yang
menolak untuk menyelesaikan suatu perkara dengan alasan bahwa peraturan
perundangan yang bersangkutan tidak menyebutkan, tidak jelas atau tidak
lengkap, maka ia dapat dituntut untuk dihukum karena menolak mnegadili. Dengan
demikian seorang hakim berhak untuk membuat peraturan sendiri demi
menyelesaikan suatu perkara.
4. Traktat
Apabila
dua orang sepakat untuk melakukan sesuatu, maka mereka harus tunduk pada
kesepakatan yang telah mereka buat tersebut. Asas ini dikenal dengan sebutan
pacta sunt servanda. Pada tingkat yang lebih tinggi, yakni tingkat Negara asas
tersebut juga berlaku. Apabila dua Negara melakukan perjanjian atau traktat,
maka seluruh warga kedua Negara tersebut harus mentaati isi traktat tersebut.
5. Pendapat
Sarjana Hukum (doktrin)
Doktrin
berkaitan erat dengan jurisprudensi. Dalam memutus suatu perkara, hakim sering
kali mengutip pendapat para sarjana yang dipandang memiliki kemampuan dalam
persoalan yang ditanganinya. Sehingga doktrin atau pendapat para sarjana yang
ternama mempengaruhi keputusan hakim.
Peraturan Perundangan Negara Republik Indonesia
1. Masa
Sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Berdasarkan
pada sumber Undang- Undang Sementara 1950 dan Konstitusi RIS-1949, peraturan
perundangan di Indonesia terdiri dari:
a.
Undang-Undang Dasar (UUD)
UUD ialah suatu piagam yang menyatakan
cita-cita bangsa dan memuat garis-garis besar dasar dan tujuan Negara. Surat
UUD dibentuk oleh suatu badan tertentu yang khusus untuk itu, seperti:
- Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia yang menetapkan UUD 1945
- Majelis Permusyawaratan Rakyat
menurut ketentuan UUND 1945
- Konstituante dan Pemerintah
menrut ketentuan UUD 1950 dan Konstitusi RIS 1949.
b.
Undang-Undang (biasa) dan
Undang-Undang Darurat
Undang- undang biasa ialah peraturan Negara
yang diadakan untuk menyelenggarakan pemerintah pada umumnya yang dibentuk
berdasarkan dan untuk melaksanakan UUD. Menurut UUDS 1950 pasal 89 UU dibentuk
oleh Pemerintah bersama-sama DPR.
c.
Peraturan Pemerintah tingkat
Pusat
Adalah suatu peraturan dikeluarkan oleh
pemerintah untuk melaksanakan suatu Undang-undang.
d.
Peraturan Pemerintah tingkat
Daerah
Adalah semua peraturan yang dibuat oleh
pemerintah setempat untuk melaksanakan peraturan-peraturan lain yang lebih
tinggi derajatnya.
2. Masa
Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Peraturan
perundangan Republik Indonesia dikeluarkan harus berdasarkan dan/atau
melaksanakan Undang-undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945). Bentuk-bentuk dan tata
urutan peraturan perundangan Republik Indonesia sekarang ini menurut Ketetapan
MPRS No. XX/MPRS/1966 (dikuatkan oleh Ketetapan MPR No. V/MPR/1973) adalah
sebagai berikut:
a.
Undang-undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
b.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat (Ketetapan MPR)
c. Undang-undang (UU) dan Peraturan
Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang (PERPU)
d.
Peraturan Pemerintah (PP)
e.
Keputusan Presiden (KEPPRES)
f.
Peraturan-peraturan pelaksanaan
lainnya
Kodifikasi Huku
Kodifikasi hukum muncul
dari negara perancis (Code Civil dan Code Napoleon)
Kodifikasi adalah pembukuan
jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan
lengkap.
Menurut bentuknya, hukum
itu dapat dibedakan antara :
1. Hukum Tertulis (Statute
Law = Written Law)
yakni hukum yang
dicantumkan dalam berbagai
peraturan-perundangan.
2. Hukum Tidak Tertulis
(Unstatutery Law = Unwritten Law )
yaitu hukum yang
masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya
ditaati seperti suatu perundang-undangan (disebut juga hukum kebiasaan).
Unsur-unsur
kodifikasi ialah
a) Jenis-jenis hukum
tertentu (misalnya hukum perdata)
b) Sistematis
c) Lengkap
Adapun tujuan kodifikasi
daripada hukum tertulis adalah untuk memperoleh
1.
Kepastian Hukum
Bersifat mengikat dan
berlaku bagi setiap individu
2.
Penyederhanaa Hukum
Simple dan sederhana, tidak
bersifat ambigu, mudah dipahami, pasal tidak terlalu banyak, sehingga tidak
menimbulkan persepsi yang beragam pula – Cara penyederhanaan hukum adalah
dengan cara mengikuti aturan teknis dalam UU yang bersangkutan, yakni UU no 12
tahun 2011
3.
Kesatuan Hukum
Jika suatu hukum membahas
tentang suatu perkara, maka perkara itu saja yang dibahas, tidak melebar ke
perkara yang lainnya - Contoh : Hukum Bea dan Cukai mengatur peraturan tentang
kepabeanan dan cukai saja, sedangkan pajak dan anggaran negara tidak dibahas di
dalamnya.
Contoh Kodifikasi Hukum
Di Eropa
1. Corpus Iuris Civilis
(mengenai Hukum
Perdata) yang diusahakan oleh kaisar Justianus dari kerajaan Romawi Timur dalam
tahun 527 – 565.
2. Code Civil
(mengenai Hukum
Perdata) yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di Perancis dalam tahun 1604.
Di Indonesia
1. Kitab Undang-Undang
Hukum Sipil (01 Mei 1848)
2. Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (01 Mei 1848)
3. Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (01 Januari 1918)
4. Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHP), 31 Desember 1981.
Aliran-aliran yang muncul
setelah kodifikasi hukum :
1. Legisme
- Hukum adalah undang-undang - Di luar
undang-undang tidak ada hukum
2. Freie Rechslehre
- Hukum ada di dalam masyarakat
3. Rechsvinding
- Gabungan 2 aliran
(legisme dan freie) - Hukum diselaraskan dengan keadaan hukum di masyarakat
Macam-macam Pembagian Hukum
Hukum dibagi menjadi
beberapa golongan menurut beberapa asas pembagian, yaitu:
A.
Pembagian Hukum Menurut Asas Pembagiannya
1. Menurut Sumbernya: Hukum Undang-undang, Hukum Kebiasaan, Hukum Traktat,
Hukum Jurispudensi
2.
Menurut Bentuknya: Hukum Tertulis, Hukum Tak Tertulis
3. Menurut Tempat Berlakunya Hukum : Hukum Nasional, Hukum Internasional,
Hukum Asing, Hukum Gereja
4. Menurut Waktu Berlakunya: Ius Contitutum (Hukum Positif), Ius
Constituendum (Hukum yang diharapkan waktu yang akan datang), Hukum Asasi
5.
Menurut Cara Mempertahankan: Hukum Material, Hukum Formal atau Hukum
Acara
6.
Menurut Sifatnya: Hukum yang Memaksa, Hukum yang Mengatur
7.
Menurut Wujudnya: Hukum Objektif, Hukum Subjektif
8.
Menurut Isinya: Hukum Privat, Hukum Publik
B. Hukum Sipil dan Hukum
Publik
1.
Hukum Sipil
Hukum sipil dalam artian
luas meliputi hukum perdata dan hukum dagang
Hukum sipil dalam artian
sempit meliputi hukum perdata saja
2.
Hukum Publik
a. Hukum Tata Negara
b. Hukum Administrasi Negara
c. Hukum Pidana
d.
Hukum Internasional
0 comment:
Posting Komentar