Peraturan
Untuk Mahluk Berakal oleh Mahluk Berakal yang Berkuasa Atasnya
Het
Ontkleden Recht
Abstrak
:
Manusia adalah mahluk yang diciptakan
oleh Allah SWT memiliki kehendak bebas. Untuk itu kehendak bebas perlu dibatasi
agar tidak melanggar hak-hak manusia lainnya dan mahluk ciptaan Allah lainnya.
Oleh karena itu diperlukan hukum untuk mengatur dan membatasi kehendak bebas
dari manusia. Tujuan hukum sebagai alat
pengendalian masyarakat agar tidak melakukan penyimpangan. Dan selain itu hukum
bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus
bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu.
Pengertian Hukum
Istilah hukum berasal dari terjemahan bahasa
Inggris, yaitu law, sedangkan dalam
bahasa Belanda disebut recht. Pandangan
ahli tentang hukum berbeda antara satu dengan yang lainnya. John Austin
(1790-1859), seperti dikutip oleh W.Friedman, mengartikan hukum sebagai:
“Peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk
yang berakal oleh mahluk yang berakal yang berkuasa atasnya.”
Austin membagi hukum menjadi dua macam,
yaitu:
1. Hukum Tuhan;
dan
Hukum Tuhan tidak mempunyai fungsi yuridis, namun hukum Tuhan
hanya berfungsi menjadi wadah-wadah kepercayaan utilitarian, yaitu pada prinsip
kegunaanya.
2. Hukum
manusia (undang-undang yang diadakan oleh manusia untuk manusia).
Hukum
manusia dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Hukum
positif (undang-undang atau hukum yang sebenarnya); dan
2. Hukum yang
tidak sebenarnya.
Hukum positif merupakan undang-undang yang diadakan oleh kekuasaan
politik (apakah yang tertinggi atau bawahan) untuk orang-orang politis
merupakan bawahannya (seperti undang-undang khusus), atau peraturan-peraturan
yang diadakan oleh orang-orang, sebagai pribadi, berdasarkan hak-hak yang sah
yang diberikan kepadanya. Empat ciri hukum
positif, yaitu:
1.Perintah
2.Sanksi
3.Kewajiban
4.Kedaulatan
Menurut KBBI
(Kamus Besar Bahasa Indonesia)
hukum/hu·kum/ n 1 peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang
dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; 2 undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur
pergaulan hidup masyarakat; 3 patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dan
sebagainya) yang tertentu; 4 keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dalam
pengadilan); vonis;
Tujuan Hukum
dan Sumber-sumber Hukum
Tujuan hukum menurut para ahli
adalah sebagai berikut:
Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H.
Dalam bukunya
"Perbuatan Melanggar Hukum" mengemukakan bahwa tujuan hukum adalah mengadakan
keselamatan, kebahagian dan tata tertib dalam masyarakat.
Prof. Mr. Dr. L.J. Apeldoorn
Dalam
bukunya "Inleiding tot de studie van het Nederlandserecht",
Apeldoorn menyatakan bahwa tujuan
hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan
adil.
Untuk
mencapai kedamaian hukum harus diciptakan masyarakat yang adil dengan
mengadakan pertimbangan antara kepentingan yang bertentangan satu sama lain,
dan setiap orang harus memperoleh (sedapat mungkin) apa yang menjadi haknya.
Pendapat Van Apeldoorn ini
dapat dikatakan jalan tengah antara dua teori hukum, teori etis dan utilitis.
Aristoteles
Dalam bukunya "rhetorica" mencetuskan
teorinya bahwa, tujuan hukum menghendaki
keadilan semata-mata dan isi daripada hukum ditentukan oleh kesadaran etis
mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang tidak adil.
Menurut teori
ini hukum mempunyai tugas suci
& luhur, ialah keadilan dengan memberikan kepada tiap-tiap orang apa yang
berhak ia terima yang memerlukan peraturan tersendiri bagi tiap-tiap kasus.
Oleh karenanya hukum harus membuat apa yang dinamakan "Algemeene regels"
(peraturan/ ketentuan-ketentuan umum). Peraturan ini diperlukan oleh masyarakat
teratur demi kepentingan kepastian hukum, meskipun pada suatu waktu dapat
menimbulkan ketidakadilan.
Berdasarkan
peraturan-peraturan umum pada kasus-kasus tertentu hakim diberi wewenang untuk
memberikan keputusan. Jadi penerapan peraturan umum pada kasus-kasus yang
konkret diserahkan pada hakim, maka dari itu tiap-tiap peraturan umum harus
disusun sedemikian rupa sehingga hakim dapat/ diberi kesempatan untuk melakukan
penafsiran di pengadilan.
Dari
beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan hukum sebagai
alat pengendalian masyarakat agar tidak melakukan penyimpangan. Dan selain itu
hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu
harus bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu.
Sumber-sumber Hukum
Segala apa saja yang menimbulkan
aturan-aturan yang mempunyai kekuatan-kekuatan yang memaksa, yakni
aturan-aturan yang jika dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
Pengertian
Sumber Hukum menurut perspektif sosiologis adalah faktor-faktor
yang benar-benar menyebabkan hukum benar-benar berlaku. Fator-faktor tersebut
ialah fakta-fakta dan keadaan-keadaan yang menjadi tuntutan sosial untuk
menciptakan hukum.
Pengertian Sumber Hukum dari sudut pandang filsufis yaitu dalam arti
mengenai keadilan yang merupakan esensi hukum. Oleh karena itu berdasarkan
pengertian sumber hukum ini, sumber hukum menetapkan kriterium untuk menguji
apakah hukum yang berlaku sudah mencerminkan keadilan dan fairness. Sejak
didirikannya mazhab historis terdapat pandangan bahwa sumber esensi hukum
adalah kesadaran sosial akan hukum. Dengan demikian sumber hukum menyangkut
faktor-faktor politik, ekonomi, budaya dan sosial.
Pengertian Sumber Hukum dalam pola pikir Eropa Kontinental dalam arti formal
ialah hukum yang bersifat oprasional artinya yang berhubungan langsung dengan
penerapan hukum.
Menurut sejarawan hukum, sumber hukum yaitu dalam arti sumber
tempat orang-orang untuk mengetahui hukum ialah semua sumber-sumber tertulis
dan sumber-sumber lainnya yang dapat diketahui sebagai hukum pada saat, tempat
dan berlaku bagi orang-orang tertentu.
Secara
garis besar sumber hukum dibagi menjadi 2:
1. Sumber hukum
materiil
2.
Sumber hukum
formal
Sumber
hukum materiil dapat ditinjau dari berbagai sudut , misalnya ekonomi, sejarah,
sosiologi dan filsafat. Sedangkan sumber hukum formal adalah:
1. Undang-undang
(statue)
Undang-undang merupakan suatu peraturan Negara yang memiliki
kekuatan hukum yang mengikat, diadakan dan dipelihara oleh penguasa Negara.
Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang dilakukan berulang-ulang
dan diterima oleh masyarakat. Sehingga perbuatan- perbuatan yang bertentangan
dengan kebiasaan tersebut dianggap sebagai pelanggaran terhadap perasaan hukum
yang terdapat dimasyarakat.
Kehadiran keputusan hakim atau yurisprudensi sebagai salah satu
sumber hukum di Indonesia dimulai pada masa Hindia Belanda. Pada masa tersebut yang menjadi peratuuran
pokok adalah Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia
(ketentuan-ketentuan umum tentang peraturan perundangan untuk Indonesia) atau
yang disingkat AB. Pasal 23 AB menentukan bahwa hakim yang menolak untuk
menyelesaikan suatu perkara dengan alasan bahwa peraturan perundangan yang bersangkutan
tidak menyebutkan, tidak jelas atau tidak lengkap, maka ia dapat dituntut untuk
dihukum karena menolak mnegadili. Dengan demikian seorang hakim berhak untuk
membuat peraturan sendiri demi menyelesaikan suatu perkara.
Apabila dua orang sepakat untuk melakukan sesuatu, maka mereka
harus tunduk pada kesepakatan yang telah mereka buat tersebut. Asas ini dikenal
dengan sebutan pacta sunt servanda. Pada tingkat yang lebih tinggi, yakni
tingkat Negara asas tersebut juga berlaku. Apabila dua Negara melakukan
perjanjian atau traktat, maka seluruh warga kedua Negara tersebut harus
mentaati isi traktat tersebut.
Doktrin
berkaitan erat dengan jurisprudensi. Dalam memutus suatu perkara, hakim sering
kali mengutip pendapat para sarjana yang dipandang memiliki kemampuan dalam
persoalan yang ditanganinya. Sehingga doktrin atau pendapat para sarjana yang
ternama mempengaruhi keputusan hakim.
Kodifikasi Hukum
Kodifikasi hukum muncul
dari negara perancis (Code Civil dan Code Napoleon)
Kodifikasi adalah pembukuan
jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan
lengkap.
Menurut bentuknya, hukum itu dapat dibedakan antara
:
1. Hukum Tertulis (Statute Law = Written Law)
yakni hukum yang
dicantumkan dalam berbagai
peraturan-perundangan.
2. Hukum Tidak Tertulis
(Unstatutery Law = Unwritten Law )
yaitu hukum yang
masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya
ditaati seperti suatu perundang-undangan (disebut juga hukum kebiasaan).
Unsur-unsur
kodifikasi ialah
a) Jenis-jenis hukum
tertentu (misalnya hukum perdata)
b) Sistematis
c) Lengkap
Adapun tujuan kodifikasi
daripada hukum tertulis adalah untuk memperoleh
1. Kepastian Hukum
Bersifat mengikat dan
berlaku bagi setiap individu
2. Penyederhanaa Hukum
Simple dan sederhana, tidak
bersifat ambigu, mudah dipahami, pasal tidak terlalu banyak, sehingga tidak
menimbulkan persepsi yang beragam pula – Cara penyederhanaan hukum adalah
dengan cara mengikuti aturan teknis dalam UU yang bersangkutan, yakni UU no 12
tahun 2011
3. Kesatuan Hukum
Jika suatu hukum membahas
tentang suatu perkara, maka perkara itu saja yang dibahas, tidak melebar ke
perkara yang lainnya - Contoh : Hukum Bea dan Cukai mengatur peraturan tentang
kepabeanan dan cukai saja, sedangkan pajak dan anggaran negara tidak dibahas di
dalamnya.
Contoh Kodifikasi Hukum
Di Eropa
1. Corpus Iuris Civilis
(mengenai Hukum Perdata) yang diusahakan oleh kaisar Justianus
dari kerajaan Romawi Timur dalam tahun 527 – 565.
2. Code Civil
(mengenai Hukum Perdata) yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di
Perancis dalam tahun 1604.
Di Indonesia
1. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (01 Mei 1848)
2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (01 Mei 1848)
3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (01 Januari 1918)
4. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP), 31 Desember 1981
Aliran-aliran yang muncul setelah kodifikasi hukum :
1. Legisme
- Hukum adalah
undang-undang - Di luar undang-undang tidak ada hukum
2. Freie Rechslehre
- Hukum ada di dalam
masyarakat
3. Rechsvinding
- Gabungan 2 aliran (legisme dan freie) -
Hukum diselaraskan dengan keadaan hukum di masyarakat
0 comment:
Posting Komentar