
Bisnis Indonesia Dalam Kancah International
Masalah daya saing dalam pasar
dunia yang semakin terbuka merupakan sebuah tantangan yang tidak ringan. Daya
saing ini sendiri sangat berkaitan dengan SDM (Sumber Daya Manusia). Semakin
bagus kwalitas SDM-nya semakin bagus pula dia dalam bersaing. Lalu bagaimana
dengan bisnis Indonesia dan juga sumber daya manusianya? Sedangkan, dalam
artikel sebelumnya telah dibahas mengenai pengangguran. Nah, Indonesia masih
dinilai gagal dalam menciptakan generasi pebisnis yang andal, dan hanya
sebagian kecil saja. Sedangkan lapangan kerja semakin sempit, namun semakin
banyak pengangguran. Seharusnya para generasi penerus bangsa mampu melihat
celah ini. Masi banyak lahan kosong yang dijadikan sumber penghasilan sendiri. Dengan demikian semakin berkembangnya dunia
bisnis di Indonesia dengan banyaknya para pengusaha yang handal dan juga para
sdm yang sangat terampil akan membawa Indonesia menjadi salah satu Negara yang
dapat diperhitungkan keberadaanya dalam prestasi bisnis dunia. Tanpa dibekali
kemampuan dan keunggulan saing yang tinggi niscaya produk suatu Negara, tidak
akan mampu menembus pasar International. Bahkan dengan banyaknya produk impor
yang masuk ke Indonesia dapat mengancam posisi pasar domestic. Dengan demikian keunggulan
kompetitif (competitive advantage) merupaka factor yang desesif dalam
peningkatan kinerja perusahaan. Oleh karena itu meningkatkan daya saing dalam
dunia International tidak dapat ditunda-tunda lagi, dan harus menjadi sebuah
perhatian khusus. Bukan hanya dari para pelaku bisnis tetapi juga aparat
birokrasi, organisasi, dan masyarakat yang berada di lingkungan kerja. Untuk
itu Indonesia perlu memfokuskan dunia pendidikan. Terlebih bagus lagi dalam
setiap jenjang sekolah, baik dari sekolah dasar hingga ke perguruan tinggi
diadakan mata pelajaran/mata kuliah wajib dalam segal bidang mengenai bisnis.
Karena, dengan pengenalan dini mengenai dunia bisnis akan membawa mind set
sesorang mengarah pada dunia usaha sejak dini. Dengan pembentukan karakter
individu. Dengan perkembangan bisnis di Negara Indonesia akan membuat
perekonomian Negara lebih maju, dan dianggap oleh Negara lain.
Indonesia
sangat masi lemah dalam daya saing dunia bisnis maupun perdagangan atau bahkan
dirugikan akibat daya saing yang lemah dalam dunia global. Padahal Indonesia
merupakan produsen CPO terbesar di dunia, namun hingga kini belum menjadi
“raja” dalam penentuan harga dan kuota produksi CPO dunia. Demikian pula
seperti hasil hasil alam lain, contohnya pertanian, Indonesia merupakan Negara
agraris, namun hingga saat ini sebagian besar beras saja masih import. Apakah
pantas menyandang gelar Negara Pertanian? , dari sini dapat dilihat seharusnya
produk luar negeri yang bisa dibuat didalam negeri justru merajai pasar
Indonesia dan menggusur keberadaan produk dalam negeri.
Indonesia
sebagai pasar terbesar di lingkungan ASEAN seharusnya punya bargaining position
atau daya tawar yang untuk melindungi produknya. Jangan hanya produk luar
negeri yang bebas keluar masuk Indonesia, sedang produk Indonesia sendiri
menghadapi hambatan ketika beroperasi di pasar asing terutama di pasar tetangga
di lingkungan ASEAN. Dengan banyaknya produk luar negeri yang membanjir di
Indonesia mengakibatkan produk dalam negeri pun mati. Dan ini memicu semangat
masyarakat menurun untuk melanjutkan bisnisnya, karena merasa tidak mampu
bersaing.
Dan
pada tahun 2015 dicanangkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang memberlakukan
pasar bebas dikalangan Negara ASEAN. Jika saja pemerintah tidak memperhatikan
kemampuan daya saing rakyatnya, maka ini akan menjadi dampak yang buruk untuk
Negara sendiri. Semakin banyaknya pengangguran dan kemiskinan pada rakyat di
Negara sendiri, sedang semakin kayanya warga Negara asing dilingkungan
Indonesia. Seyogyanya Pemerintah Indonesia lebih dahulu mengambil
langkah-langkah tepat, guna memajukan industri dan kemampuan rakyatnya, setelah
siap bersaing baru mengikuti MEA.
Berdasarkan
informasi yang saya dapat dari (Kompas,9/1/14).
Sebagai
perbandingan, mari lihat statistik umum gambaran kasar daya saing rakyat
Indonesia. Pertama, dari faktor indeks pembangunan manusia Indonesia. Di tahun
2013 Indonesia menempati urutan ke-121, sementara negara tetangga seperti
Singapura (18), Malaysia (64), dan Brunei (30). Bahkan Indonesia masih kalah
dari Filipina yang berada di urutan 114.
Kedua, dari faktor daya saing industri Indonesia di mata
global. Menurut data dari Pusat Penelitian Ekonomi LIPI daya saing ekonomi
Indonesia di tahun 2013 stagnan (macet, jalan di tempat). Posisi Indonesia hanya
naik ke urutan 128 dari 129 di antara negara-negara dan merupakan negara yang
mengalami peningkatan upah minimum tertinggi di tahun 2013.
Ketiga, perlindungan atas produk dalam negeri. Indonesia
merupakan negara yang menetapkan bea masuk amat rendah di dunia dan membuka
pintu gerbang sebesar-besarnya bagi produk asing. Tidak masalah hal tersebut
diterapkan asal Indonesia sudah punya fundamen kuat berupa kemampuan untuk
menghasilkan produk berkualitas dan murah. Jadi, walaupun banyak produk asing,
tidak khawatir produk dalam negeri tidak laku dan tersingkir.
Begitu pula di sektor pertanian, Indonesia masih berkutat
pada impor untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Beras, jagung, garam,
kedelai banyak diimpor dari luar negeri, padahal Indonesia mampu untuk
memproduksi hasil pertanian seperti itu guna memenuhi kebutuhan makan
rakyatnya.
Semua itu tidak terlepas dari kebijakan pemerintah dalam menata arah
pembangunan ekonomi Indonesia.
Karena, umumnya kebijakan dan keputusan yang dibuat rata-rata sebagai reaksi
terhadap masalah yang muncul secara spontan, namun dalam waktu yang bersamaan
tidak disiapkan langkah-langkah tepat dan cermat untuk mengantisipasi jika
masalah serupa terulang. Krisis daging, bawang, kedelai, beras adalah beberapa
contoh betapa pemerintah mengandalkan obat impor tanpa membarengi dengan
langkah-langkah jangka panjang agar di lain waktu ketika krisis datang bisa
mengatasinya dengan kemampuan sendiri secara mandiri.
Kebijakan Pemerintah Indonesia melarang ekspor bahan mentah patut diapresiasi,
karena itu merupakan pangkal bagi Indonesia menuju kemandirian mengolah bahan
mentah menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi, dan tentu menambah
pemasukan negara.
Nilai ekspor Indonesia antara Januari-November 2013 senilai
US$ 165,7 miliar (Kompas, 9/1/14) mungkin akan bisa melebihi US$ 200 miliar
bila pemerintah benar-benar memperbaiki daya saing ekonomi Indonesia.
Nah, dalam kasus yang terjadi tersebut. Sehrusnya menjadi PR
pemerintah sekarang, agar berhati-hati dalam mengambil keputusan. Dan untuk
masyaraktnya, tetaplah menjadi jiwa Indonesia dan jangan kebarat-baratan.
Ambilah saja ilmu positifnya.
0 comment:
Posting Komentar