Melihat fenomena sekarang dimana hati umat
Islam selalu dilukai dengan melecehkan apa yang umat Islam sangat hormati
tentunya bukan hal mudah untuk tidak bergejolak amarahnya.
Dahulu para khalifah sangat keras dalam
menyikapi hal-hal yang melecehkan Allah dan Rasulallah salallahu alaihiwassalam.
Tapi sekarang yang terjadi bukan lagi pedang yang berbicara, melainkan memanfaatkan
peran media social.
Umat muslim terus menerus diadudomba,
dideskreditkan, disakiti melalui tameng kebebasan berkreasi, berekspresi, berpendapat
dan kebebasan-kebebasan lainnya yang dirasa justru kelewatan. Mereka meneriakan
toleransi, tapi sebenarnya siapa yang tidak toleransi? Sampai akhirnya munculah
istilah Islamphobia yang melihat gambaran bahwa Islam itu anarkis, tapi
akhirnya terwujud juga gambaran itu sekarang di Indonesia, dimana umat Islam
sendiri entah dengan berbagai dalih dan alasan membakar sebuah bendera, yang
jadi masalah mereka membakar bendera yang bertuliskan kalimat “ laa ilaha
illallah” tiada Tuhan selain Allah. Mereka bakar dengan dalih, itu bendera
milik salah satu ormas yang dilarang di Indonesia. Jelas bukan? Bahwa mereka
lebih mementingkan kebencian mereka terhadap ormas tersebut dibanding terhadap kalimat
apa yang tertulis pada bendera yang mereka bakar yaitu dengan dalih “menyelamatkan”. Menyelamatkan dari hal apa? Saya sungguh butuh
penjelasan arti menyelamatkan itu sendiri. Kami yang marah atas apa yang
dilakukan sekelompok orang tersebut bukan karena kami anggota dari ormas
tersebut jelas bukan, kami lebih mementingkan apa yang tertulis pada media yang
mereka bakar. Sangat intoleran, sangat.
Mari kita bayangkan terlepas dari ormas apapun.
Kalimat tiada Tuhan selain Allah itu terbakar dan seakan kita sedang beranggapan
kalimat “tiada tuhan selain Allah” itu hal yang patut dimusnahkan. Naudzubillahmindzalik.
Jikalau mereka berdalih dibawah kalimat tersebut tertulis “nama ormas tertentu”
hapus saja, tutupi saja dengan cat atau gunting saja bagian bawah bendera, atau
setidaknya bakar saja bagian bawah yang selain kalimat tauhid tersebut atau
apapun yang pasti bukan kalimat tauhid nya yang dimusnahkan.
Sesungguhnya kita sedang diadu domba oleh
mereka yang berkepentingan, mereka ingin kita yang bersaudara saling menghujat
satu sama lain. Mereka ingin menghancurkan agama yang diturunkan Allah, secara
tidak langsung dengan tangan mereka sendiri. Mereka ingin tangan mereka bersih
dari darah, tidak ingin tubuh mereka terluka sedikitpun, bagaimanapun caranya
keinginan mereka harus terwujud. Dan jalannya
adalah menghasut bagian dari mereka.
Dahulu kala penjajah juga melakukan politik adu
domba ini. Dalam terminologi Islam ada istilah Izharul Islam, yang artinya
berpura-pura Islam. Dizaman kolonialisme abad ke-19 taktik ini digunakan untuk
merusak citra umat Islam dari dalam, salah satunya yang paling terkernal adalah
yang dilakukan oleh Snouck Hurgronje. Dimana ia berpura-pura simpati dan banyak
membantu pergerakan Islam namun di balik itu melencengkan nilai-nilai Islami
dari dalil-dalil yang benar sesuai akidah Al-Quran dan As-Sunnah.
Pada hari ini kita juga melihat praktik itu
kemungkinan besar kembali menyebar melalui isu-isu hak asasi manusia, pluralisme,
dan berbagai kebebasan yang sudah saya sebutkan tadi. Dengan agenda ini
sasarannya adalah umat Islam tidak lagi memegang teguh nilai-nilai syariat dan
lebih mengedepankan pemikiran bahwa hak-hak manusia lebih penting dari agama
itu sendiri ( sumber: buku Nubuat Petaka Akhir Zaman)
Sebenarnya apa yang kalian bakar itu? apakah benar-benar yakin hanya sekedar bendera yang tulisannya disalah gunakan?
Dimana hatimu wahai saudaraku, kenapa kalian
lebih mementingkan kebencian kalian pada suatu kaum dan menjadikan hatimu buta.
Bahkan kehormatan agamamu sendiri kamu coreng dengan kebencianmu. Dan yang perlu diingat kebencianmu itu adalah
kepada saudaramu sendiri. Sudah berhentilah tidak ada manfaatnya bagimu baik didunia
apalagi di akhirat.
“eyes are useless when the mind is blind –
unknown”
0 comment:
Posting Komentar