Kamis, 25 Oktober 2018

Kerena Pemimpin Kotaku Bukan Pelafadz kalimah Tauhid ……




 

Hari ini,Khamsa, 18 Rajab 1436 H aku menangis, Solo menangis penduduk yang 72% nya adalah muslim ini harus menutup telinga, menutup mata, dan memalingkan wajah, lalu merapatkan shafnya, mengkhusyukan shalatnya dan meneriakan kalimat tauhidnya ( LAILAHAILLAHALLAH MUHAMMADU RASULULLAH ). Tulisan ini saya buat setelah membaca beberapa kicauan di jejaring sosial yang menyebutkan tentang keadaan kota asal kelahiranku, Solo,Jawa Tengah. Mantan, kota pimpinan Presiden RI kita yang sekarang Jokowidodo. 

Taukah rasanya tersakiti karena penghianatan? Merasa diasingkan dan tidak diperhatikan?

Kurang lebih seperti itu yang dirasakan kaum muslimin sekarang.

Saya masih duduk di bangku kuliah, seorang karyawan salah satu perusahaan swasta.  Dan saya tidak pernah tahu mengapa saya tertarik dengan hal-hal yang mengancam agama saya, saya tertarik untuk membahasnya, untuk mengkajinya dan menentang keras tentunya. 

Kembali ke kasus, hari ini saya membaca kicauan di twit slah satu  muslim yang memberikan informasi keadaan kota solo yang mirip “kota vatikan di Roma”. Adanya pawai atau apa entahlah mereka menyebutnya. Di hari menyedihkan itu Rabu, 29 April 2015. Di Kotaku Solo diramaikan dengan acara kirab Salib menyambut hari Paskah(nya) umat Non Islam. Saya menyebutnya-“ nya?” Ya, tentu karena kami (ummat Islam) tidak meyakinin hari tersebut. Hanya mereka-mereka diluar  Islam saja yang meyakininya.

Saya sedikit marah menangis pula. Kenapa?  Karena mereka sudah berani secara terang-terangan mencuci otak muslim dengan ajaran  mereka, namun saya tidak dapat berbuat banyak, menyiksa rasanya dan tentunya kaum muslim yang notabenya awam agama lah yang menjadi sasaran empuk. Mana mungkin mereka berani mengambil sasaran dari kaum Muslim seperti alim ulama dan para muslim yang faham agama? Tentu akan ditolak keras secara baik-baik maupun mentah-mentah. 

Kirab atau pawai itu telah membuat ribuan manusia khususnya anak-anak muslim untuk menyaksikannya, dan mengabaikan adzan yang membiasakan mereka  untuk berlari lari ke masjid untuk mendapat pendidikan di TPA (Taman Pendidikan Al-Quran) ,belajar sholat berjamaah maupun hanya solat lalu bermain-main. Namun, fenomena pawai telah mengalihkan perhatian mereka sebagaimana pawai-pawai lainnya. Bukan salibnya yang membuat mereka tertarik (spseri yang dikaakan salah satu blog non-I yang mengatakan “Mereka takut salib menggoncangkan keimanan mereka” itu adalah fitnah, namun sebenarnya yang membuat mereka tertarik adalah rasa penasaran “ada apa” di pawai itu.
Wajar sih namanya anak-anak, kita yang sudah dewasa saja rasa penasaran masih tetap ada, memang manusiawi bukan? Jadi ini bukan masalah penggoncang keimanan, tapi mengganggu kemurnian fikiran anak-anak dan fikiran kaum muslim, menyulutkan emosi dan memancing permusuhan dikarenakan adzan berkumandang mereka malah menyanyikan lagu-lagu greja saat melewati masjid. 

Anak –anak adalah calon generasi penerus bangsa dan agama, merekalah yang kelak melanjutkan perjuangan-perjuangan dari kita yang akan mendahului mereka. Harus sedini mungkin iman di tancapkan dalam-dalam di hati mereka sehingga mengakar hingga mereka dewasa, dan tak akan pernah tercabut kecuali atas seizin-NYA.  Namun, karena pawai ini  anak-anak  akan menelan mentah-mentah apa yang mereka lihat tanpa didampingi orang tua yang mampu membimbing mereka. Tentu ini sangat ironi. Sangat berbahaya jika generasi penerus Islam ini lebih mengenal budaya mereka daripada budaya Islam sendiri. Ditambah lagi dengan  pernyataan yang membenarkan dari saudara muslim di salah satu situs jejaring social “ini benar adanya, mereka lewat di depan pesantren Tahfidz Quran Kota Barat Surakarta. Di situ juga ada masjid kota barat, suara adzan ashar beradu dengan suara nyanyian orang nasrani. Na’udzubillah tsumma na’udzubillahi min dzalik.”
 Apa maksud ini semua? Mereka selalu berkoar untuk menghormati antar ummat beragama, dan bila ada ummat Islam yang dinilai mengganggu mereka dikatakan radikal. Tapi, apa yang mereka lakukan? Masih adakah ummat islam yang membela dengan alasan kemanusiaan dan penghormatan antar sesama ummat beragama? Tragisnya, justru kaum muslim-lah yang membela kesalahan ini, bukannya membela sesama saudara muslim untuk menegakkan agama Islam dan mengajak kebaikan, malah ikut menyuburkan kemungkaran.
Ya, mungkin inilah peringatan dari Allah, kita dilarang keras mengambil pemimpin dari ummat non-I kecuali keadaan yang mendesak. Tapi bagaimana kita terdesak? Sedang kita sendiri berada di Negara yang mayoritas penduduknya adalah beragama Muslim? Dimana letak terdesaknya? Alasan apa lagi yang akan kita berikan di hadapan Allah SWT kelak di padang mahsyar? Dan sekarang  Allah ingin kita menyaksikan bukti kebenaran atas apa yang DIA sampaikan, melalui lantunan ayat-ayat-Nya:

لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi auliya dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu)” (QS. Al Imran: 28)

Ibnu Abbas radhiallahu’anhu menjelaskan makna ayat ini: “Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarang kaum mu’minin untuk menjadikan orang kafir sebagai walijah (orang dekat, orang kepercayaan) padahal ada orang mu’min. Kecuali jika orang-orang kafir menguasai mereka, sehingga kaum mu’minin menampakkan kebaikan pada mereka dengan tetap menyelisihi mereka dalam masalah agama. Inilah mengapa Allah Ta’ala berfirman: ‘kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka‘” (Tafsir Ath Thabari, 6825).

[Ayat ke-2]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi auliya bagimu; sebahagian mereka adalah auliya bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi auliya, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.  Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim” (QS. Al Maidah: 51)

Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini: “Allah Ta’ala melarang hamba-Nya yang beriman untuk loyal kepada orang Yahudi dan Nasrani. Mereka itu musuh Islam dan sekutu-sekutunya. Semoga Allah memerangi mereka. Lalu Allah mengabarkan bahwa mereka itu adalah auliya terhadap sesamanya. Kemudian Allah mengancam dan memperingatkan bagi orang mu’min yang melanggar larangan ini Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.  Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim“” (Tafsir Ibni Katsir, 3/132).

Lalu Ibnu Katsir menukil sebuah riwayat dari Umar bin Khathab, “Bahwasanya Umar bin Khathab memerintahkan Abu Musa Al Asy’ari bahwa pencatatan pengeluaran dan pemasukan pemerintah dilakukan oleh satu orang. Abu Musa memiliki seorang juru tulis yang beragama Nasrani. Abu Musa pun mengangkatnya untuk mengerjakan tugas tadi. Umar bin Khathab pun kagum dengan hasil pekerjaannya. Ia  berkata: ‘Hasil kerja orang ini bagus, bisakah orang ini didatangkan dari Syam untuk membacakan laporan-laporan di depan kami?’. Abu Musa menjawab: ‘Ia tidak bisa masuk ke tanah Haram’. Umar bertanya: ‘Kenapa? Apa karena ia junub?’. Abu Musa menjawab: ‘bukan, karena ia seorang Nasrani’. Umar pun menegurku dengan keras dan memukul pahaku dan berkata: ‘pecat dia!’. Umar lalu membacakan ayat: ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.  Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim‘” (Tafsir Ibni Katsir, 3/132).
Jelas sekali bahwa ayat ini larangan menjadikan orang kafir sebagai pemimpin atau orang yang memegang posisi-posisi strategis yang bersangkutan dengan kepentingan kaum muslimin.

[Ayat ke-3]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi auliya bagimu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman” (QS. Al Maidah: 57)
As Sa’di menjelaskan: “Allah melarang hamba-Nya yang beriman untuk menjadikan ahlul kitab yaitu Yahudi dan Nasrani dan juga orang kafir lainnya sebagai auliya yang dicintai dan yang diserahkan loyalitas padanya. Juga larangan memaparkan kepada mereka rahasia-rahasia kaum mu’minin juga larangan meminta tolong pada mereka pada sebagian urusan yang bisa membahayakan kaum muslimin. Ayat ini juga menunjukkan bahwa jika pada diri seseorang itu masih ada iman, maka konsekuensinya ia wajib meninggalkan loyalitas kepada orang kafir. Dan menghasung mereka untuk memerangi orang kafir” (Tafsir As Sa’di, 236)

Jangan Loyal Kepada Orang Kafir Walaupun Ia Sanak Saudara

[Ayat ke-4]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا آبَاءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَاءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَى الْإِيمَانِ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi auliya bagimu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka auliya bagimu, maka mereka itulah orang-orang yang lalim” (QS. At Taubah: 23)
Ibnu Katsir menjelaskan: “Allah Ta’ala memerintahkan untuk secara menjelaskan terang-terangan kepada orang kafir bahwa mereka itu kafir walaupun mereka adalah bapak-bapak atau anak-anak dari orang mu’min. Allah juga melarang untuk loyal kepada mereka jika mereka lebih memilih kekafiran daripada iman. Allah juga mengancam orang yang loyal kepada mereka” (Tafsir Ibni Katsir, 4/121).
Namun As Sa’di menjelaskan 3 jenis orang kafir yang dikecualikan sehingga tidak diperangi berdasarkan ayat selanjutnya (namun tidak kita bahas panjang lebar di sini), mereka adalah:
  1. Orang-orang kafir yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian damai untuk tidak saling memerangi
  2. Orang-orang kafir yang tidak ingin untuk memerangi kaum Muslimin dan juga tidak memerangi kaumnya, ia memilih untuk tidak memerangi kaum Muslimin maupun kaum kafirin.
  3. Orang-orang munafik yang menampakkan keimanan karena takut diperangi oleh kaum Muslimin (Tafsir As Sa’di, 191).
Siksaan Pedih Karena Menjadikan Orang Kafir Sebagai Auliya
[Ayat ke-8]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?” (QS. An Nisa: 144)
Ibnu Katsir menjelaskan: “Allah Ta’ala melarang hamba-Nya dari kaum mu’minin untuk menjadikan orang-orang kafir sebagai auliya padahal ada orang mu’min. Maksudnya Allah melarang kaum mu’minin bersahabat dan berteman dekat serta menyimpan rasa cinta kepada mereka. Juga melarang mengungkapkan keadaan-keadaan kaum mu’minin yang tidak mereka ketahui. Sebagaimana firman Allah Ta’ala berfirman: ‘Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya‘ (QS. Al Imran: 28). Maksudnya Allah memperingatkan kalian terhadap siksaan-Nya bagi orang yang melanggar larangan ini. Oleh karena itu Ia berfirman: ‘Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?‘. Maksudnya perbuatan tersebut akan menjadi hujjah (alasan) untuk menjatuhkan hukuman atas kalian” (Tafsir Ibni Katsir, 2/441).

Menjadikan Orang Kafir Sebagai Auliya, Dipertanyakan Imannya
[Ayat ke-9]
وَلَوْ كَانُوا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالنَّبِيِّ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَا اتَّخَذُوهُمْ أَوْلِيَاءَ وَلَكِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS. Al Maidah: 81)
Ath Thahawi menjelaskan makna ayat ini: “Andaikan sebagian orang dari Bani Israil yang loyal terhadap orang kafir itu mereka benar-benar mengimani Allah dan mentauhidkan-Nya, juga benar-benar mengimani Nabi-Nya Shallallahu’alaihi Wasallam sebagai Rasul yang diutus oleh Allah, serta lebih mempercayai apa yang ia bawa dari Allah daripada petunjuk yang lain, maka mereka tidak akan menjadikan orang-orang kafir sebagai teman dekat dan penolong padahal ada orang-orang Mu’min. Namun dasarnya mereka itu adalah orang-orang yang gemar membangkang perintah Allah menujuk maksiat, serta gemar menganggap halal apa yang Allah haramkan dengan lisan dan perbuatan mereka” (Tafsir Ath Thabari, 10/498).
Imam Mujahid  menafsirkan bahwa yang dimaksud oleh ayat ini adalah kaum munafik (Tafsir Ath Thabari, 10/498).
Bagaimana? Mana yang akan anda pilih? Mengagumi kehebatan mereka di dunia, mendukung mereka untuk memimpin kalian (muslimin) dengan meninggalkan larangan Allah? Atau mengindahkan perintah Allah dengan tidak peduli kata orang yang menganggap kita sangat kuno tidak toleran atau apalah. Yang mana saudaraku? Allah yang anda pilih atau manusia-manusia musyrik? Yang tentu tidak percaya kalau Tuhan itu satu dan tiada tuhan selain-Nya? Mana? Yang mana? Tanyakan pada hatimu saudaraku….. semoga Allah memberi inayah dan hidayah-Nya untuk membimbing kita semua. Aamiin.

Seperti ini lah saya menangis, mungkin jika Solo itu bisa menangis iapun akan menangis atas kemaksiatan dan kesyirikan yang di umbar secara terang-terangan dimana 70% penduduk yang mendiami adalah peng-lafadz kalimah TAUHID. Namun, tidak bisa memagari ke-Tauhid-an itu sendiri. Justru dapat diistilahkan “ kaum mayoritas yang meminoritas diri sendiri”.
  
Notes:
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh….
Tulisan ini saya buat bukan untuk memprovokasi terjadinya perpecahan atau bentuk kriminal apapun. Hanya ingin menyadarkan saudara-saudaraku terutama kaum muslimin di kota Solo, mari gunakan peta kita (Al-Quran) dan kompas kita (Al-Hadist) dalam setiap melangkah, terutama dalam hal memilih seorang pemimpin, yang tentunya akan berkuasa atas kita secara duniawi dan meskipun lebih ada yang berkuasa diatas para penguasa yaitu DIA YANG MAHA ESA. Turutilah perintah-NYA, jangan gunakan ego kita dengan dalih ini adalah Negara Demokrasi, dengan dalih kemanusiaan dan mengesampingkan ke Tuhan-nan. INGAT!!!! sila pertama kita adalah ke-Tuhan-nan. Dan yang pertama artinya adalah di UTAMAKAN. Jaga generasi muslim penerus kita. Arahkan mereka, palingkan mereka dari hasutan-hasutan para kafirin.  Dan saya juga masih jauh dari kata sempurna, namun terus berusaha untuk hijrah, dan semoga Allah memberi hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua. Aamiin Ya Rabbalalamin. 

“Sampaikanlah walau hanya satu ayat” (HR. Bukhori)

Wassalamu’alaikum warakhmatullahi wabarakatuh

Share:

Related Posts:

0 comment:

Posting Komentar